
Pergerakan magma di dalam bumi memiliki peran penting dalam menentukan skala dan dampak dari suatu bencana vulkanik. Topik ini menjadi fokus utama dalam Seminar Jumat (SEMAT) bertajuk “A Chemical Probe into the Earth’s Interior; High Resolution Sampling of Recent Basaltic Eruption in La Palma and Iceland” yang digelar pada Jumat, 14 Februari 2025.
Seminar ini diselenggarakan oleh Program Studi Magister dan Doktoral Teknik Geologi ITB bekerja sama dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ikatan Pascasarjana Teknik Geologi ITB (IPTG-ITB), HMTG “GEA” ITB, Politeknik Geologi & Pertambangan “AGP”, dan Uppsala University. Kegiatan berlangsung secara daring dan menghadirkan pakar vulkanologi dunia Valentin R. Troll, Head of Natural Resources and Sustainable Development dari Uppsala University.
Dalam paparannya, Troll membahas pentingnya metode analisis kimia beresolusi tinggi untuk memahami pergerakan magma dari dalam bumi hingga ke permukaan. Ia menekankan bahwa data geokimia dari letusan terbaru di La Palma dan Islandia memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang sistem magma yang ternyata jauh lebih kompleks daripada yang selama ini diasumsikan.
“Dengan pengambilan sampel resolusi tinggi, kita bisa melihat bagaimana magma berevolusi dari dalam bumi hingga akhirnya mencapai permukaan,” ujar Troll, dari laman resmi.
Salah satu contoh yang diangkat adalah letusan Gunung Cumbre Vieja di La Palma, Kepulauan Canary, pada tahun 2021. Letusan ini menarik perhatian dunia, bukan hanya karena kerusakan yang ditimbulkan terhadap permukiman, tetapi juga karena perubahan signifikan dalam komposisi lava. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem magma yang menggerakkan letusan ini tidak seragam.
“Kita sering menganggap magma di dalam bumi homogen, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks dengan berbagai kantong magma yang berinteraksi satu sama lain,” jelas Prof. Troll.
Selain La Palma, seminar ini juga membahas karakteristik letusan di Islandia yang menunjukkan pola aktivitas vulkanik berbeda. Di Islandia, letusan terjadi sepanjang rekahan besar, berbeda dari letusan Gunung Cumbre Vieja yang lebih terfokus. Perbedaan ini memungkinkan para peneliti untuk membandingkan dua sistem vulkanik yang kontras dan mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang bagaimana magma bergerak di bawah permukaan bumi.
Dengan membandingkan dua lokasi tersebut, para ilmuwan dapat mengevaluasi pola pergerakan magma serta memahami faktor geologis yang mempengaruhi karakteristik letusan. Pemahaman ini penting dalam upaya mitigasi bencana vulkanik.
Troll menekankan bahwa pemantauan dan analisis kimia terhadap material vulkanik merupakan alat penting dalam memahami proses magmatis dan potensi erupsi di masa depan. Meski demikian, ia juga menggarisbawahi bahwa prediksi waktu dan lokasi pasti letusan masih menjadi tantangan besar.
“Kita mungkin belum bisa menentukan kapan dan di mana gunung berapi akan meletus, tetapi dengan memahami proses magmatis, kita bisa lebih siap menghadapi dampaknya,” ujar Troll.
Studi geokimia seperti yang dilakukan terhadap erupsi di La Palma dan Islandia menjadi fondasi penting dalam pengembangan sistem peringatan dini yang lebih akurat. Dengan mengamati perubahan komposisi magma secara detail, para peneliti dapat mengidentifikasi tanda-tanda awal yang mengarah pada aktivitas vulkanik.
Pemahaman mendalam terhadap dinamika magma tidak hanya penting bagi komunitas ilmiah, tetapi juga bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Semakin akurat pemodelan sistem magma, semakin besar peluang untuk meminimalkan risiko bencana dan menyelamatkan lebih banyak jiwa.
Melalui kegiatan ilmiah seperti Semat, diharapkan kerja sama internasional dalam bidang geologi dan vulkanologi terus meningkat, sehingga pemahaman tentang bencana alam dapat berkembang dan diimplementasikan dalam kebijakan mitigasi yang lebih efektif.
- Pencemaran mikroplastik semakin luas mengancam kesehatan masyarakatPencemaran mikroplastik mengancam kesehatan masyarakat. Dikhawatirkan berdampak besar pada manusia dan lingkungan.
- Belém Mutirão dan paradoks diplomasi Indonesia di AmazonKesepakatan akhir COP 30 Brasil yang diberi nama Belém Mutirão gagal menyertakan komitmen terikat waktu untuk menghapus bahan bakar fosil.
- Aksi hijau pelajar Sukabumi di Hari Guru Nasional 2025Hari Guru Nasional 2025 dirayakan pelajar Sukabumi dengan cara yang paling bermakna dan visioner: menanam pohon.
- Ketika iman menggugat keadilan iklim di tengah kepungan lobi fosilMerespons dinamika di Belem, GreenFaith Indonesia merilis kertas posisi bertajuk ‘Iman untuk Keadilan Iklim’
- Lima petani tumbang ditembak dalam tragedi berdarah di Pino Raya, BengkuluLima petani terkapar setelah timah panas yang diduga ditembakkan keamanan PT Agro Bengkulu Selatan (ABS) di Pino Raya, Bengkulu
- Masa depan karbon biru dan peran Indonesia dalam peta iklim globalKarbon biru menawarkan peluang luar biasa untuk melindungi pesisir, mendukung masyarakat, dan solusi krisis iklim global
