Indonesia untuk pertama kalinya menerima “Fossil of the Day” pada 15 November 2025, sebuah penghargaan bernada kritik yang diberikan koalisi masyarakat sipil global kepada negara yang dianggap paling menghambat upaya penanggulangan krisis iklim.
Climate Action Network (CAN) International memberikan predikat tersebut sebagai bentuk protes atas keterlibatan pelobi bahan bakar fosil dalam delegasi resmi Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) di Belém, Brasil.
CAN International menyebut Indonesia sebagai contoh paling buruk negara berkembang yang mengikuti langkah negara-negara maju dengan membawa pelobi industri fosil ke meja negosiasi iklim.
Koalisi yang beranggotakan lebih dari 1.900 organisasi masyarakat sipil itu menilai keberadaan mereka mengintervensi pembahasan penting, khususnya Pasal 6.4 tentang pasar karbon. Menurut CAN, intervensi itu termasuk menyalin poin-poin lobi fosil, kata demi kata, dan menyajikannya seolah-olah posisi resmi Indonesia. CAN menilai langkah tersebut bertentangan dengan sains dan mengancam integritas lingkungan pada saat mekanisme Pasal 6.4 seharusnya menjaga perlindungan terhadapnya.
Keberpihakan pada Oligarki Industri Fosil
Country Director Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menyatakan bahwa situasi ini menunjukkan bagaimana oligarki industri fosil masih kuat mempengaruhi arah kebijakan energi Indonesia.
“Kehadiran 46 orang pelobi industri fosil sebagai bagian dari delegasi Indonesia memperlihatkan secara telanjang pemihakan pemerintah pada oligarki industri fosil. Sikap pemerintah jelas mencederai dan mengabaikan kepentingan masyarakat luas, yang sudah mengalami berbagai dampak bencana iklim yang semakin hari makin parah dan meluas,” kata Leonard.
Head of Campaign and Public Engagement Trend Asia Arip Yogiawan juga menilai keterlibatan pelobi fosil di COP30 tidak mencerminkan keseriusan pemerintah menghadapi krisis iklim. Ia menyoroti isu ketidakadilan yang muncul akibat ekspansi industri nikel, yang menurutnya luput dari pembahasan karena kuatnya agenda ekstraktivisme.
“Kehadiran para pelobi fosil menunjukkan agenda ekstraktivisme lebih kuat ketimbang agenda untuk mendorong keadilan antargenerasi,” ujar Arip.
Rekor Baru Pelobi Fosil di COP30
Organisasi Kick Big Polluters Out mencatat jumlah pelobi industri yang diberikan akses ke COP30 mencapai 1.600 orang, atau setara satu dari setiap 25 peserta. Angka ini disebut sebagai jumlah tertinggi sepanjang sejarah konferensi iklim PBB digelar.
Koordinator Climate Rangers Ginanjar Ariyasuta menilai situasi ini menunjukkan semakin melemahnya integritas negosiasi iklim global. Ia menegaskan bahwa ruang yang diberikan kepada pelaku industri fosil adalah ruang yang direbut dari hak hidup generasi mendatang.
“Setiap ruang yang diberikan kepada industri fosil di COP adalah ruang yang direbut dari masa depan kami. Bagaimana orang muda bisa berharap hidup di masa depan yang adil, lestari dan sejahtera jika pelaku krisis justru diberi panggung untuk mengarahkan pembahasan?” kata Ginanjar. (*)


Tinggalkan Balasan