Lingkungan Maluku Utara penuh masalah
Walhi Maluku Utara mencatat, sudah lebih dari 2 juta haktare lahan di daratan telah dicaplok korporasi. Lingkungan laut juga terancam limbah tambang.
Walhi Maluku Utara mencatat, sudah lebih dari 2 juta haktare lahan di daratan telah dicaplok korporasi. Lingkungan laut juga terancam limbah tambang.
Kepulauan Aru kaya akan budaya dan keanekaragaman hayati. Masyarakat Adat Aru mengkhawatirkan tradisinya, flora dan fauna serta hubungan keduanya terancam oleh peternakan sapi secara besar-besaran.
Ekosistem karst, savana, dan mangrove pesisir Aru sangat penting untuk menjaga ketersediaan sumber air bersih. Namun kini terancam oleh peternakan sapi skala besar.
Empat usaha peternakan sapi dapat izin untuk area seluas hampir 62.000 hektar di Pulau Trangan, salah satu area yang paling murni di Kepulauan Aru.
Kelestarian Kepulauan Aru terancam diambil alih oleh peternakan sapi yang membentang hampir 62 ribu hektar, termasuk 16 desa yang menjadi rumah bagi masyarakat adat di daerah tersebut.
Teria Salhuteru dkk. mendirikan Moluccas Coastal Care (MCC) untuk ikut mendidik warga, terutama pemuda, mengenai pentingnya menjaga lingkungan sebagai investasi masa depan.
Eliza Marthen membangun kesadaran masyarakat tentang lingkungan, konservasi penyu, dan burung Maleo yang terancam punah. Ia bahkan ikut memprotes keberadaan tambang yang merusak alam di Haruku.
Kehadiran industri nikel di Pulau Obi mengubah kondisi alam dan kehidupan warga. Para perempuan ini terus berjuang mempertahankan hak dan penghidupan mereka.
Sebuah penelitian menyebutkan sampah plastik mengancam populasi fitoplankton di Laut Kota Ternate, Maluku Utara, yang diperkirakan terancam habis dalam 20 sampai 30 tahun mendatang.
Selain memiliki manfaat ekologi, mangrove juga dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan. Oleh masyarakat Tidore Kepulauan, tanaman ini telah dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan tradisional secara turun-temurun.